Kamis, 23 Desember 2010

Eye Catching BONDAN PRAKOSO - FADE2BLACK SYUTING VIDEO KLIP KE-3

Bondan Prakoso dan Fade2Black telah bersiap mengeluarkan video klip terbaru mereka. Bertempat di Kavling 80, Jalan Paso, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (22/12), Bondan dan kawan-kawannya melakukan pengambilan gambar untuk video klip mereka yang berjudul "Tetap Semangat". Dari foto-foto di bawah ini nampaknya mereka bakal mengusung tema 'eye catching'.

kl pengen liat gambarnya, silahkan klik link bawah ini...

Minggu, 12 Desember 2010

Bondan Prakoso, Musik yang Mengedukasi

foto
Bondan Prakoso. TEMPO/Seto Wardhana
Lagu Si Lumba-lumba tenar pada 1987. Pelantunnya adalah Bondan Prakoso, 28 tahun, yang saat itu berusia 5 tahun. Lagu yang diciptakan oleh ayahnya, Sisco Batara, dan Papa T. Bob itu begitu identik dengan Bondan. Juga dengan cepat menorehkan popularitasnya sebagai penyanyi cilik. 

Dua puluh tiga tahun berselang, Bondan kembali populer lewat tembang kolaborasinya dengan grup rap Fade 2 Black. Klip video dari single yang berjudul Ya Sudahlah itu kerap diputar di stasiun-stasiun televisi. Penampilan Bondan pun sudah tak lagi seperti penyanyi anak-anak.
Memang, saat memasuki usia pubertas, 13 tahun, Bondan memutuskan berhenti menyanyi. "Pita suara saya membesar," katanya saat ditemui di studio Indosiar, Selasa lalu. Sang ayah menilai karakter suara Bondan sudah tidak cocok menyanyikan lagu anak-anak.
Dua tahun pensiun dari tarik suara, Bondan berkonsentrasi sekolah sambil belajar memegang alat musik. "Saya bermain segala instrumen," katanya. Dia paling klop dengan bas. Bakatnya ini mengental setelah bertemu dengan teman-temannya di SMP Islam Harapan Ibu, Jakarta Selatan.
Bersama lima rekannya itu, Bondan membesut kelompok musik Funky Kopral di usia 15 tahun. Kelompok ini memainkan dan memadukan beragam jenis musik, seperti pop, rock, jazz, hip-hop, dan rap. Beberapa album yang dihasilkan antara lain Funchopat, Funkadelic Rhythm and Distortion, dan Misteri Cinta, yang berkolaborasi dengan Setiawan Djodi.
Sayangnya, kelompok ini kurang solid karena usia personelnya masih remaja. "Beberapa kali ganti personel," ujarnya. Meski kurang padu, Funky Kopral menyabet penghargaan dalam Anugerah Music Indonesia (AMI) Award dua kali sebagai Best Group Alternatif dan Best Rock Collaboration.
Namun ini tak membuat Funky Kopral mudah mendapatkan "label" untuk menjual hasil karyanya. Menurut sarjana Sastra Belanda Universitas Indonesia ini, jenis musik yang idealis tidak mudah diterima pasar. "Ini yang membuat personel kurang solid," katanya. Bondan pun memutuskan mundur setelah enam tahun bergabung. "Fokus kuliah."
Di kampus, Bondan tetap menekuni musik. Saat mengerjakan proyek musikalisasi puisi dari penyair Belgia, ia bertemu teman kuliahnya, Tito, penyanyi rap. "Saya ngobrol banyak tentang musik dan nyambung," katanya. Dari obrolan itu, Bondan dan Tito mencoba membuat musik.
"Awalnya iseng," katanya. Lulus kuliah, Bondan dan Tito bersepakat berkolaborasi. Mereka menamakan diri: Bondan Prakoso & Fade2Black. Tito mengajak dua rekannya sesama rapper, Santoz dan Lezzano, yang telah memiliki album indie sejak 1999.
Bondan tertantang berkolaborasi dengan jenis musik rap. "Bisa enggak musik rap berpadu jenis musik lain," katanya. Musik rap, yang identik dengan musik hip-hop dan R&B, diracik dengan musik rock, punk, pop, sampai keroncong. "Terbukti musik rap fleksibel," katanya.
Kolaborasi Bondan & Fade2Black menghasilkan tiga album, Respect, Unity, dan For All. Dalam album kedua, Bondan memadukan musik rap dengan keroncong. Racikan Bondan menghasilkan lagu Keroncong Protol. Walhasil, album ini diganjar kategori Best Group Rap dalam AMI Award dua tahun lalu. Penghargaan yang sama diterima untuk album pertama pada 2006.
Bondan menilai musiknya memberikan warna baru di belantara musik Indonesia. "Musik saya mengedukasi," ujarnya. Bondan menjamin karya-karyanya jauh dari urusan cinta picisan. Menurut dia, masih banyak tema lain yang belum digarap oleh pekerja musik. "Tema politik, sosial, masih banyak," katanya.
Dalam menciptakan lirik lagu, Bondan lebih tertarik mengangkat tema cinta dalam sudut pandang persahabatan. "Cinta itu luas," katanya. Tema-tema ini terasa kuat dalam lagu di album ketiganya, misalkan Kita Selamanya.
Bondan prihatin dengan perkembangan musik sekarang. "Temanya monoton," katanya. Ia menilai tidak adanya musik untuk anak-anak sebagai bukti tak berkembangnya musik di Indonesia. Akibatnya, anak-anak menyanyikan lagu orang dewasa. "Ini tak terjadi di saat saya kecil."
Dalam membuat lirik, Bondan tak menemui kesulitan. "Inspirasi datang dari mana saja dan kapan saja," ucapnya. Jika ide muncul di sela aktivitasnya, Bondan langsung berhenti. "Saya berhenti sejenak, lalu merekamnya," katanya.
Bondan bertekad karyanya bersama Fade2Black melebihi karya sebelumnya. Sementara dulu Bondan sukses sebagai penembang, kini ia ingin lebih. "Kalau hanya jadi penyanyi rasanya belum lengkap," ujarnya. Kini di kelompoknya ia berperan sebagai produser dan komposer. "Tanggung jawabnya makin besar."
Meski masih muda, Bondan memilih mengakhiri masa lajangnya tiga tahun lalu saat berusia 25 tahun. Istrinya, Margaret Caroline, adalah video jockey MTV. "Saya ketemu saat tampil di MTV," katanya. Bondan yakin kariernya bertambah sukses dengan statusnya sebagai suami dan bapak. "Kini saya bertambah fokus," katanya. Ayah Kara Arabel ini menilai hidup berkeluarga lebih baik ketimbang sendirian. 

 
AKBAR TRI KURNIAWAN


  • Biodata
Nama: Bondan Prakoso
Kelahiran: Jakarta, 8 Mei 1982
Orang tua: Sisco Batara dan Lili Yulianingsih
Istri: Margaret Caroline
Anak: Kara Arabel Prakoso
Pendidikan: Sastra Belanda Universitas Indonesia

  • Karya:
7 album saat menjadi penyanyi cilik, termasuk Si Lumba-lumba
Funchopat (bersama Funky Kopral, 1999)
Funkadelic Rhythm and Distortion (2000)
Misteri Cinta (2003)
Respect (Bondan Praksoso & Fade2Black, 2005)
Unity (2007)
For All (2010)

  • Penghargaan:
Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards 1999 kategori Best Group Alternatif
AMI Awards 2003 kategori Best Rock Collaboration
Rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia, Bass Hero 2006
AMI Awards kategori Best Group Rap 2006 dan 2008

Sumber :: Tempointeraktif

Kamis, 09 Desember 2010

Kita Selamanya

Foto : Drigo L. Tobing
Acara meet and greet dengan bondan Prakoso & Fade 2 Black di sebuah tempat terbuka yang terletak di pinggir jalan di Singaraja, Bali, akhirnya berjalan sangat singkat saja. Sekitar satu menit. Ribuan massa yang mengerubungi para personel band ini membuat tim manajemen Bondan Prakoso & Fade 2 Black cemas dan akhirnya memotong singkat acara di luar rencana ini.

Setelah beberapa kali pose bareng dengan penggemar, Bondan Cs ditarik masuk ke mobil kembali. Suasananya mirip dengan pasukan pengamanan presiden sedang mengevakuasi sang presiden karena situasi tidak terkendali. Sorak sorai dari para penggemar yang bingung dan kecewa juga menyertai kepergian mereka.

”Pertama, pihak sponsor tidak menyebutkan dalam kontrak kalau kami ada jadwal meet and greet. Kedua, kami pernah ikut disalahkan sewaktu meet and greet di Malang ada penggemar yang terinjak karena situasi nggak bisa dikendalikan,” jelas Blend, manajer Bondan Prakoso & Fade 2 Black yang sekaligus kakak kandung dari Bondan di dalam mobil beberapa saat kemudian.
Tepat pada malam harinya, konser Bon-dan Prakoso & Fade 2 Black di Lapangan Seririt, Singaraja akhirnya berjalan sukses walau awalnya sempat dibayang-bayangi keributan antarpemuda berbeda kampung. Sekitar lima belas ribu orang penonton yang sebagian besar berasal dari Singaraja dan sekitarnya ikut bergembira, berjoget dan bernyanyi bersama saat band ini memainkan hits mereka seperti ”Keroncong Protol,” ”Microphone XXX,” ”Bunga,” dan tentunya yang saat ini sedang digemari penggemar dari Sabang sampai Merauke, ”Ya Sudahlah.”

Setelah berkolaborasi dengan Fade 2 Black sejak lima tahun terakhir dan merilis tiga album penuh, Respect (2005), Unity (2007), For All (2010) di Sony Music Entertainment Indonesia, Bondan Prakoso akhirnya kembali mencetak salah satu hit terbesar di Indonesia tahun 2010. Ini merupakan hit terbesar kedua Bondan Prakoso setelah ”Si Lumba-Lumba” pada akhir dekade ’80-an dulu.

Single yang bertengger lama di berbagai puncak tangga lagu radio di berbagai daerah di Indonesia ini juga sempat menjadi jingle salah satu operator ponsel. Bahkan RBT ”Ya Sudahlah” selama beberapa pekan lamanya juga sempat merajai seluruh RBT charts dari beberapa operator ponsel. Tak heran jika jadwal konser mereka telah penuh hingga tiga bulan ke depan. Begitu pula halnya dengan tawaran untuk tampil di berbagai acara televisi. Bisa dibilang hari-hari belakangan ini adalah yang tersibuk sepanjang karier Bondan Prakoso & Fade 2 Black.  

Bondan Prakoso merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Sisco Batara dan Lili Yulianingsih. Ayahnya berprofesi sebagai pencipta lagu (juga menciptakan ”Si Lumba-Lumba”) dan produser musik sementara ibunya sebelum menikah adalah seorang penyanyi keroncong. Kakak dan adik kandung Bondan kini tergabung pula di dalam manajemen Bondan Prakoso & Fade 2 Black. Blend sebagai personal manager dan Bagus sebagai road manager. Sejak usia lima tahun Bondan telah diceburkan oleh ayahnya ke industri musik, tak heran jika di zaman menjadi penyanyi cilik saja ia telah merilis tujuh album. 
”Berhenti di album ketujuh karena masuk pubertas. Suara gue membesar dan tema lagu anak-anak sudah nggak cocok lagi,” kenang Bondan saat bercerita kariernya sebagai penyanyi cilik.

Setelah vakum bernyanyi selama beberapa tahun lamanya, di kelas dua SMP Bondan mulai belajar bermain alat musik dan akhirnya membuat band dengan mengambil posisi sebagai pemain bas. Ketika duduk di bangku SMA ia membentuk band bernama WR Supratman yang sukses menjuarai kompetisi band Tawuran Musik Levi’s yang cukup bergengsi saat itu. Band tersebut tidak berumur lama dan sebagai gantinya ia membentuk grup funk rock Funky Kopral di tahun 1999 yang sempat membuat geger scene rock nasional karena para personelnya rata-rata masih muda belia.

Bersama Funky Kopral, Bondan sempat merilis tiga album (Funchopat, Funkadelic Rhythm and Distortion dan Misteri Cinta yang merupakan album kolaborasi dengan maesenas Setiawan Djody). Album kedua Funky Kopral di tahun 2001 juga sempat terpilih sebagai Album Alternatif Terbaik dari AMI Awards begitu pula sebagai Album Kolaborasi Terbaik pada tahun 2003. Setelah album itu dirilis tak lama kemudian Bondan mendadak hengkang dari Funky Kopral dan memutuskan untuk bersolo karier.
Sejak awal terjun ke musik, Bondan memang dikenal sebagai pemain bas yang tangguh dan musik yang disukanya sangat terpengaruh dengan funk. ”Gue diajari dan dikenalkan funk oleh bokap gue. Dengan berjalannya waktu, gue akhirnya nggak cuma dengar influence bas. Makin ke depan makin luas juga influence musik gue namun 311 dan Red Hot Chili Peppers tetap jadi favorit gue,” ujarnya.

Perkenalan Bondan dengan para rapper di Fade 2 Black terjadi di tahun 2004 ketika sama-sama berkuliah dengan Titz alias Tito di Universitas Indonesia. Bondan mengajak Tito untuk berkolaborasi di sebuah lagu, namun belakangan kolaborasi diperluas hingga menjadi album penuh.  Tito pun lantas mengajak serta dua kawan rumah baiknya sejak kecil di Bogor, Lezano dan Santoz.
Tito sejak kecil dibesarkan di sebuah keluarga sederhana oleh nenek dan ibunya, ayahnya meninggal dunia ketika ia masih kelas empat SD. Sejak kecil pula ia mengaku sudah senang membuat lirik lagu. Di saat SMA ia sangat bandel dan membuat ibunya sering membolos kerja karena terpaksa harus bolak-balik ke sekolah untuk menemui guru akibat kebandelannya.
“Saat kuliah, gue mendapatkan turning point hidup. Gue bisa lebih menghargai hidup. Akhirnya gue kuliah pun lulus tepat waktu, empat tahun,” kenang Tito.

Ini berbeda dengan Lezano yang dibesarkan di ’keluarga biasa’ saja. Ayahnya pensiunan pegawai negeri dan ibunya seorang ibu rumah tangga biasa. Sebelum sukses menjadi rapper terkenal, ayahnya dulu sempat menyarankan agar dirinya menjadi pegawai negeri namun dengan halus ia menolaknya.
”Karena sebagai pegawai negeri gue lihat bokap gue nggak terlalu dihargai, maka gue memilih jalan yang sekarang ini,” jelas Lezano yang seusai rilisnya album kedua (Unity) Bondan Prakoso & Fade 2 Black pernah berniat mengundurkan diri dari grup ini.
”Gue sudah sempat bilang ke anak-anak kalau cuma mau sampai album kedua. Gue sudah merasakan major label bagaimana dan gue nggak mau merasakan lagi. Tapi ternyata bokap gue bilang, ’Lanjutkan saja,’” ceritanya.

Sementara Santoz merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Ia menyebut ayahnya kolot dan kurang setuju dengan pilihan profesinya sekarang ini.
”Dia bilang di musik nggak ada jaminan hari tua,” kata Santoz menirukan ayahnya.
Tak heran Santoz akhirnya selama beberapa tahun sempat berkarier sebagai human resources officer di PT. Masaro Radiokom, perusahaan yang belakangan akhirnya ditutup karena direkturnya, Anggoro Widjojo, terbukti menyuap pimpinan KPK serta sejumlah anggota DPR dalam menggolkan proyek pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan.  
”Karena terlibat di proyek kolaborasi ini gue akhirnya dipecat dari kantor. Bayangkan, cuti gue minus 40 hari [tertawa],” imbuh Santoz.

Tengah malam seusai konser dan menemui para rezpectors yang datang jauh-jauh dari Lombok, Bondan Prakoso & Fade 2 Black serta manajer Blend melakukan wawancara dengan saya di depan kamar hotel mereka. Tak lama setelah wawancara berakhir, pada dini hari kami pun segera kembali ke Bandara Ngurah Rai untuk mengejar pesawat pulang ke Jakarta. Pada siang harinya grup funk rap ini telah dijadwalkan untuk tampil lagi di sebuah acara di Jakarta. Tidur di bis dan pesawat terbang belakangan ini agaknya semakin sering mereka lakukan dibanding di kamar rumah sendiri atau kamar hotel. Mungkin ini harga yang harus mereka bayar dari kesuksesan ”Ya Sudahlah.”    
Bagaimana kesan show kedua kalian di Singaraja ini?
Bondan: Kalau gue lebih terkesan saat yang pertama kali, massa yang tadi agak membingungkan. Yang pertama jelas penontonnya tahu siapa Bondan & Fade 2 Black. Kalau yang sekarang gue bingung, seperti nggak dapat animo saat pertama kali gue ke sini.

Apakah karena orang-orang yang nonton berbeda dengan dulu atau bahkan karena single kita, “Ya Sudahlah.”
Tapi tadi pas kalian bawakan lagu “Ya Sudahlah”, responnya cukup besar.
Bondan: Mungkin jawabannya yang terakhir itu.  Kehebatan one hit wonder. Kehebatan sebuah single.

Terakhir kali kita bertemu, kalian mengeluhkan single “ Ya Sudahlah” yang sulit ditayangkan di berbagai stasiun TV dan radio, sekarang situasi sangat terbalik. Komentarnya?
Bondan: Kenapa gue waktu itu gembar-gembor, mengapa belum banyak yang menyiarkan dan menayangkan di TV dan radio. Karena adanya tolok ukur daerah. Bulan Maret lalu, respon di radio daerah hebat, rata-rata dua minggu masuk chart dan  jadi raja tangga lagu. Sedangkan di Jakarta, terutama TV, belum mau memutar padahal di daerah sudah happening. Tapi sisi positif-nya adalah ’napas’ kami jadi panjang. Yang sudah mendengar kami akhirnya bisa lihat videonya dan penampilan-penampilan di TV.

Menurut kalian respon media massa di Jakarta itu lambat?
Bondan: Ya, jelas.
Santoz: Menurut gue stasiun TV di sini kurang berani berspekulasi. Kalau di luar, artis ada single baru bisa langsung gempar. Tapi kalau di sini kurang ngerti juga.
Bondan: Seharusnya di sini menurut gue radio jadi standar suatu band bisa masuk tayangan TV. Gue nggak tahu radio mana yang bisa dijadikan patokan TV untuk jadi sebuah barometer.

Sumber :: Rolling Stone